Anak yang sejak lahir WNI "dipaksa" negara untuk mendaftar berkewarganegaraan ganda
Kemajuan teknologi telah memberikan kemudahan dalam komunikasi dan transportasi sehingga pergaulan masyarakat tidak lagi hanya dalam lingkup nasional namun telah bersifat internasional. Setiap orang dapat dengan mudah berinteraksi dengan pihak lain dari negara yang berbeda, dan banyak pula yang bekerja maupun menempuh pendidikan di negara lain. Interaksi internasional tersebut menghadirkan persoalan baru khususnya ketika terjadi kelahiran anak dari orangtua yang berbeda kewarganegaraan.
Mempertimbangkan persoalan tersebut, pemerintah kemudian memberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pada tanggal 1 Agustus 2006 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Di dalam penjelasan UU Nomor 12 Tahun 2006, disebutkan bahwa undang-undang tersebut dibentuk dengan memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu:
- Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
- Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU.
- Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
- Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini.
Pengakuan terhadap asas kewarganegaraan ganda terbatas secara tersirat menunjukkan adanya perhatian dari pemerintah terhadap status kewarganegaraan anak yang dilahirkan dari orang tua yang berbeda kewarganegaraan. UU Kewarganegaraan RI menegaskan bahwa pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) sehingga kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam UU tersebut merupakan suatu pengecualian. Kebijakan ini tentunya akan bermanfaat bagi anak-anak yang lahir atau tinggal dinegara yang menganut asas kewarganegaraan ganda pula karena jika diinginkan sang anak dapat tinggal dan mendapatkan hak sebagai warganegara di kedua negara orang tuanya hingga umur 18 tahun atau sudah kawin.
Subjek anak kewarganegaraan ganda kemudian diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No 10 Tahun 2023 Tentang Pendaftaran dan Permohonan Fasilitas Keimigrasian Bagi Anak Kewarganegaraan Ganda, Permohonan Surat Keterangan Keimigrasian, dan Pengembalian Dokumen Keimigrasian Akibat Status Kewarganegaraan (Permenkumham No 10/2023), yaitu meliputi:
a. anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah WNI dan ibu WNA;
b. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah WNA dan ibu WNI;
c. anak diluar perkawinan sah dari ibu WNA yang diakui ayah WNI sebagai anaknya sebelum 18 tahun;
d. anak yang lahir diluar wilayah RI dari ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan negara tempat anak dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
e. anak WNI yang lahir diluar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayah WNA;
f. anak WNI yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan;
g. anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI dari aya atau ibu yang memperoleh WNI;
h. anak WNA yang belum berusia 5 tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI; dan
i. anak berkewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) UU No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI.
Sekarang mari kita bandingkan dengan ketentuan Pasal 4 UU Kewarganegaraan RI tentang definisi Warga Negara Indonesia, yaitu:
a. setiap orang yang berdasarkan peraturan UU dan/atau perjanjian Pemerintah RI dengan negara lain sebelum UU ini berlaku sudah menjadi WNI;
b. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu WNI;
c. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu WNA;
d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI;
e. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ibu WNI tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak;
f. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI;
g. anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNI;
h. anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh ayah WNI sebagai anaknya dan dilakukan sebelum anak berusia 18 tahun atau belum kawin;
i. anak yang lahir di wilayah RI yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan orangtuanya;
j. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah RI selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
k. anak yang lahir di wilayah RI apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
l. anak yang dilahirkan diluar wilayah RI dari seorang ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak bersangkutan;
m. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpat atau menyatakan janji setia.
Kemudian ayat (1) Pasal 6 UU Kewarganegaraan RI mengatur "Dalam hal status Kewarganegaraan RI terhadap anak sebagaimana dimaksud Pasal 4 huruf c, d, h, l dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya". Ayat (2) Pasal 6 UU Kewarganegaraan RI: "pernyataan memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaiman ditentukan di dalam peraturan UU".
Yang tidak dipahami oleh pembuat peraturan diatas adalah tidak semua anak yang dilahirkan oleh orangtua berbeda kewarganegaraan mempunyai hak berkewarganegaraan ganda, karena tidak semua negara di dunia ini mengakui hak tersebut. Contohnya Malaysia tidak mengakui kewarganegaraan ganda, sehingga apabila anak dari pasangan Malaysia - Indonesia yang sejak lahir adalah WNI secara otomatis tidak akan dapat memperoleh kewarganegaraan Malaysia.
Ketentuan Pasal 6 diatas jelas mengatur 'hanya' jika status kewarganegaraan RI terhadap anak berakibat anak berkewarganegaraan ganda maka anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Jadi bukan secara serta merta semua anak yang lahir dari orang tua berbeda kewarganegaraan dianggap sebagai anak berkewarganegaraan ganda.
Meskipun telah diatur secara jelas definisi Warga Negara Indonesia di dalam UU Kewarganegaraan, namun ternyata Pasal 2 Permenkumham No 10/2023 justru memasukkan seluruh kriteria "anak WNI" sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 UU Kewarganegaraan sebagai subjek anak berkewarganegaraan ganda. Dengan status sebagai anak berkewarganegaraan ganda, orang tua atau wali wajib mendaftarkan sang anak kepada Kepala Kantor Imigrasi setempat atau jika berada di luar wilayah Indonesia diajukan di Perwakilan Republik Indonesia.
Seyogianya maksud dari pengakuan asas kewarganegaraan ganda terbatas dalam UU Kewarganegaraan adalah suatu bentuk pengecualian dan merupakan pilihan bagi anak-anak WNI yang lahir dari orang tua yang berbeda kewarganegaraan untuk mendapatkan "fasilitas" kewarganeraan dari kedua orangtuanya.
Namun sayangnya ketentuan Pasal 2 Permenkumham No 10/2023 justru menjadi seperti bumerang yang seolah "mewajibkan" setiap anak WNI yang lahir dari orang tua berbeda kewarganegaraan mendaftarkan status kewarganegaraan ganda meskipun dalam kenyataannya sang anak tidak pernah atau tidak mungkin mendapatkan kewarganegaraan ganda karena negara dari masing-masing orangtuanya tidak mengakui hal tersebut.
Apalagi di Pasal 15 Permenkumham No 10/2023 disebutkan "Anak berkewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud Pasal 2 harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya secara elektronik paling lama 3 tahun setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin.
Banyak anak yang lahir dari orang tua berbeda kewarganegaraan sejak lahir adalah WNI dan tinggal di Indonesia dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain namun anehnya pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM seolah "memaksa" anak-anak WNI tersebut untuk seolah "menjadi" WNA. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya ancaman hukum dalam ketentuan Pasal 22 Permenkumham No 10/2023 yaitu "anak berkewarganegaraan ganda yang tidak memilih salah satu kewarganegaraan diperlakukan sebagai Orang Asing sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan". Pertanyaannya apakah negara berhak mencabut kewarganegaraan seseorang tanpa dapat membuktikan bahwa orang tersebut mempunyai dua kewarganegaraan? Jika dipaksakan jelas pemerintah melanggar hak konstitusi warganegara dan juga hak asasi manusia.
Permenkumham No 10/2023 sepertinya disusun secara serampangan tanpa studi yang jelas sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaannya, seperti misalnya ketika anak WNI dengan orangtua berbeda kewarganegaraan ingin mengajukan permohonan paspor dapat ditolak oleh petugas imigrasi dengan alasan belum mendaftar sebagai anak berkewarganegaraan ganda, padahal jelas di UU disebutkan anak yang wajib mendaftar adalah "anak berkewarganegaraan ganda" bukan anak yg murni WNI terlepas dari status kewarganegaraan salah satu orangtuanya.
Referensi:
- UU RI No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
- PP No 2 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI.
- PP No 21 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas PP No 2 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI.
- Permenkumham RI No. M.80-HL.04.10 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pendaftaran, Pencatatan, dan Pemberian Fasilitas Keimigrasian sebagai Warga Negara Indonesia yang Berkewarganegaraan Ganda.
- Permenkumham RI No. 22 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pendaftaran Anak Berkewarganegaraan Ganda dan Permohonan Fasilitas Keimigrasian.
- Permenkumham RI No. 10 Tahun 2023 Tentang Pendaftaran dan Permohonan Fasilitas Keimigrasian Bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda, Permohonan Surat Keterangan Keimigrasian, dan Pengembalian Dokumen Keimigrasian Akibat Status Kewarganegaraan.
Comments