Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK

Dua orang warganegara yaitu Aprilliani Dewi dan Suri Agung mengajukan permohonan uji materi terkait Pasal 15 UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia karena dianggap telah melanggar hak konstitusional pemohon. Sidang dipimpin oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman selaku ketua merangkap anggota, Aswanto, Suhartoyo, I Dewa Gede Palguna, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, Manahan M. P. Sitompul, Saldi Isra dan Wahiduddin Adams masing-masing sebagai anggota.

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No. 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020 memberikan tafsir yang berbeda mengenai cidera janji (wanprestasi) yang diatur di dalam Pasal 15 ayat (1-3) yang memberikan hak eksekutorial kepada kreditor. Sebelumnya pasal itu mengatur jika debitur (konsumen) cidera/ingkar janji, penerima fidusia (perusahaan pembiayaan) punya hak menjual objek jaminan atas kekuasaannya sendiri (lelang) sebagaimana halnya suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
MK memutuskan sertifikat jaminan fidusia tidak serta merta memiliki kekuatan eksekutorial dan cidera janji dalam eksekusi perjanjian fidusia harus didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak yaitu debitur dan kreditur atau atas dasar upaya hukum (gugatan ke pengadilan) yang akan menentukan adanya cidera janji.

Dalam pertimbangan putusan ditegaskan bahwa Pasal 15 ayat (3) khususnya frasa "cidera janji" hanya dapat dikatakan konstitusional sepanjang dimaknai adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur tetapi berdasarkan kesepakatan antara kreditur dan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menerangkan implementasi Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Jaminan Fidusia terkait eksekusi jaminan fidusia ini dalam praktiknya sering menimbulkan kesewenang-wenangan kreditur ketika menagih, menarik objek jaminan fidusia (benda bergerak) dengan dalih debitur cidera janji. Menurutnya perlu ada kejelasan mengenai kapan dan bagaimana kondisi yang dianggap terjadinya cidera janji tersebut.

Menurut Mahkamah, kewenangan ekslusif penerima hak kebendaan jaminan fidusia (kreditur) tetap melekat sepanjang tidak ada masalah dengan kepastian waktu kapan pemberi hak fidusia (debitur) telah cidera janji dan debitur secara sukarela menyerahkan benda objek perjanjian fidusia kepada kreditur untuk dilakukan penjualan sendiri. Artinya pemberi fidusia (debitur) mengakui dirinya telah cidera janji sehingga tidak ada alasan untuk tidak menyerahkan benda objek perjanjian fidusia kepada penerima fidusia (kreditur) untuk dilakukan penjualan sendiri.
Terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji atau wanprestasi, jika debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek jaminan fidusia maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu melalui permohonan penetapan eksekusi kepada ketua Pengadilan Negeri setempat.



Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Buruk di Praktek Dokter Hewan Bersama Sunter, Jakarta

Anak yang sejak lahir WNI "dipaksa" negara untuk mendaftar berkewarganegaraan ganda

Lembaga Peradilan di Indonesia - Teori dan Kenyataan